1Komik Edukasi Komik edukasi bisanya berfungsi sebagai hiburan dan sebagai media edukatif 2. Komik Promosi (Iklan) Komik jenis ini digunakan dibuat untuk keperluan promosi sebuah produk. 3. Komik Wayang Komik wayang merupakan komik yang isi ceritanya tentang cerita perwayangan seperti Mahabharata, Ramayana, dan lain sebagainya. 4. Komik Silat Disinikomik adalah salah satu media pembelajaran yang dapat digunakan dalam proses belajar. Dengan komik guru bisa membantu membangkitkan minat, mengembangkan pembendaharaan kata-kata dan keterampilan membaca, serta untuk memoerluas minat baca peserta didik. Namun demikian, komik juga mempunyai beberapa dampak negatife bagi peserta didik. 11Jenis Komik dan Penjelasannya. Oleh DosenSosiologi.Com Diposting pada 1 Maret 2022. Komik bisa dikatakan sebagai bacaan yang sangat populer yang digemari oleh semua kalangan, baik dalam arti remaja, dewasa, anak-anak, ataupun orang tua. Hal ini disebabkan karena terdapat cerita yang asik, sehingga komik senantiasa menyajikan gambar-gambar Komikjuga dapat dijadikan sebagai sarana komunikasi, sarana untuk menyampaikan cerita, pesan, dan bahkan sampai pada hal-hal yang berbau ilmiah sekalipun seperti halnya genre sastra anak yang lainnya. Dalam bidang Pendidikan komik dapat digunakan sebagai bahan ajar atau media pembelajaran. Komik edukasi bisanya berfungsi sebagai KomikYang Berfungsi Sebagai Sarana Pendidikan Dan Dapat Juga Sebagai Hiburan. Komik promosi komik dapat mempromosikan imaji Dalam hal ini komik berfungsi sebagai penyampai pesan Komik Adalah : Pengertian, Ciri-Ciri Dan Jenis-Jenisnya from seni tari dalam kehidupan manusia sangat beragam dan berkembang. Selainsebagai media edukasi komik juga - 27720780 erik0895 erik0895 23.03.2020 Seni Sekolah Menengah Pertama terjawab Selain sebagai media edukasi komik juga sebagai media A. Media bermain B. Media komunikasi antara satu dengan yang lain Media pengiring tari D. Media yang merusak hubungan pertemanan 1 Terjemahanfrasa JUGA DAPAT BERFUNGSI SEBAGAI SARANA dari bahasa indonesia ke bahasa inggris dan contoh penggunaan "JUGA DAPAT BERFUNGSI SEBAGAI SARANA" dalam kalimat dengan terjemahannya: Juga dapat berfungsi sebagai sarana penyebaran( untuk menyebar luas). KomikEdukasi Komik edukasi memiliki 2 fungsi : Yang pertama adalah fungsi hiburan Yang kedua dapat digunakan baik secara langsung maupun tidak langsung untuk tujuan pendidikan. Ini karena posisi komik semakin bergerak ke arah yang baik karena masyarakat telah mengakui nilai komersial dan pendidikan yang biasanya dibawa. 2. Komik Promosi (Iklan) 1 Komik Edukasi Komik edukasi bisanya berfungsi sebagai hiburan dan sebagai media edukatif 2) Komik Promosi (Iklan) Komik jenis ini digunakan dibuat untuk keperluan promosi sebuah produk. 3) Komik Wayang Komik wayang merupakan komik yang isi ceritanya tentang cerita perwayangan seperti Mahabharata, Ramayana, dan lain sebagainya. 4) Komik Silat Komikedukasi memiliki 2 fungsi : Pertama adalah fungsi hiburan Kedua dapat dimanfaatkan baik langsung maupun tidak langsung untuk tujuan edukatif. Hal ini dikarenakan kedudukan komik yang semakin berkembang kearah yang baik karena masyarakat sudah menyadari nilai komersial dan nilai edukatif yang biasa dibawanya. Komik Promosi (Iklan) DjsO. Media pembelajaran adalah sarana prasarana dalam menyampaikan materi pembelajaran ke peserta didik. Penentuan media pembelajaran sangat penting agar memotivasi dan meningkatkan hasil belajar peserta sebab itu pada saat pembelajaran jarak jauh maka diperlukan media pembelajaran yang menarik perhatian peserta didik. Salah satu media yang sering digunakan adalah media visual seperti Komik. Komik merupakan media visuak yang menggabungkan gambar dan kata menjadi sebuah alur cerita dan sangat diminati oleh segala usia karena mudah dipahami dan menarik bagi mereka. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free Komik Sebagai Media Pembelajaran Jarak Jauh Christina Indah Metanoia Sihombing Pendidikan Vokasinal Konstruksi Bangunan ChristinaIndahMS_1503618006 Media pembelajaran merupakan proses belajar mengajar yang sering dianggap sebagai alat atau sarana prasana dalam menyampaikan materi kepada peserta didik. Media pembelajaran mempunyai peran penting yaitu memingkatkan dan memotivasi peserta didik dalam memahami materi Listiyani, I. M. & Widayati, A. 2012 PRATIWI, W. & Kurniawan, R. 2013 Purnamasari, H., dkk. 2018 Apriansyah, M. R., dkk. 2020. Komik adalah media grafis atau media visual yang penggabungan dari bentuk/gambar, kata-kata ataupun pengilustrasian dari sebuah materi atau alur cerita yang dimana pembaca dapat membacanya dengan pemahaman dan perasaan dari pembaca sendiri. Ambaryani, G. 2017 Ayu, N. R., dkk. 2019 Issa, S. 2018. Selain itu, komik dapat membantu peserta didik serta pendidik untuk mengekspor berbagai kreativitas dan berpikir kritis Krusemark, R. 2016 Merkt, M., Weigand, S., Heier, A. & Schwan, S. 2011. Komik juga banyak diminatin oleh segala tingkatan pendidikan dan segala umur serta banyak yang memilih untuk membaca komik dibandingkan dengan media pembelajaran lainnya Septiana, F. E. W., dkk. 2015 Saputra, A. D. 2015. Alasan utama yang menguatkan pemilihan komik menurut kutipan Josh Elder dalam Nawi, A. & Mardiyah, S. 2016335 yaitu dengan istilah “3E” 1 Engangement/Keterlibatan, dimana pembaca mengambil peran aktif dalam memahami makna dari teks dan gambar serta alur cerita yang dibuat. 2 Efficiency/Efisiensi, dimana format yang ada didalam komik dapat menyampaikan informasi dalam waktu yang singkat dan efektif. 3 Effectiveness/Efektivitas, dimana dalam pengelolahan komik dapat meningkatkan daya ingat dan transfer belajar lebih baik. Desain dari komik dapat bervariasi dan sesuai dengan kebutuhan dari berbagai tingkat pendidikan. Beberapa langkah dalam mendesain komik pendidikan antara lain 1 Mengidentifikasi target yang akan membaca atau memahami isi komik tersebut, 2 Pengidentifikasian warna yang sesuai dengan selera dari tingkatan pendidikan, 3 Pembuatan skenario yang dimulai dari tema dan alur sesuai, Budiarti, W. N. & Haryanto, H. 2016. Kelebihan komik dengan media pembelajaran lain 1 Komik dapat membangkitkan persentase membaca, 2 Memotivasi peserta didik karena media visual yang menarik-menarik, 3 Komik membuat peserta didik dapat berpikir kritis dan kreatif Merkt, M., dkk. 2011 Toh, T. L., dkk. 2017 Krusemark, R. 2016. Kekurangan komik dengan media pembelajaran lain antara lain 1 Komik hanya menggunakan media visual sehingga peserta didik yang mengerti melalui audio akan memilih animasi sebagai media pembelajarannya, 2 Komik dapat membuat rasa bosan dengan dunia nyata Lin, S. F., dkk. 2015 Merkt, M., dkk. 2011 Wang, P. Y., dkk. 2011 Implikasi komik dari berbagai penelitian yang menggunakannya sebagai media pembelajaran sangat baik dan fleksibel, selain itu dapat diimplikasikan di berbagai jenjang tingkatan pendidikan dari tingkat TK hingga Perguruan Tinggi dan dapat dimplikasikan keseluruh usia Harbi, A. 2016 Wallner, L. 2017 Fang, N. 2012. Daftar Pustaka Ambaryani, G. S. A. 2017. PENGEMBANGAN MEDIA KOMIK UNTUK EFEKTIFITAS DAN MENINGKATKAN HASIL BELAJAR KOGNITIF MATERI PERUBAHAN LINGKUNGAN FISIK. Jurnal Pendidikan Surya Edukasi JPSE, 31, 19–28. Apriansyah, M. R., Sambowo, K. A., & Maulana, A. 2020. Pengembangan Media Pembelajaran Video Berbasis Animasi Mata Kuliah Ilmu Bahan Bangunan Di Program Studi Pendidikan Teknik Bangunan Fakultas Teknik UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA. Jurnal Pendidikan Teknik Sipil, 91, 8–18. Ayu, N. R., Arthur, R., & Neolaka, A. 2019. Pengembangan Media Pembelajaran berbasis Komik pada Konstruksi Bangunan. Jurnal Pensil, 81, 40–46. Budiarti, W. N., & Haryanto, H. 2016. Pengembangan Media Komik Untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Dan Keterampilan Membaca Pemahaman Siswa Kelas Iv. Jurnal Prima Edukasia, 42, 233. Fang, N. 2012. Using Computer Simulation and Animation to Improve Student Learning of Engineering Dynamics. Procedia - Social and Behavioral Sciences, 56Ictlhe, 504–512. Harbi, A. 2016. He isn ’ t an animal , he isn ’ t a human ; he is just different ’ exploring the medium of comics in empowering children ’ s critical thinking. Journal of Graphic Novels and Comics, 0000, 1–14. Issa, S. 2018. Comics in the English classroom a guide to teaching comics across English studies. Journal of Graphic Novels and Comics, 94, 310–328. Krusemark, R. 2016. Comic books in the American college classroom a study of student critical thinking. Journal of Graphic Novels and Comics, 00, 1–20. Lin, S. F., Lin, H. shyang, Lee, L., & Yore, L. D. 2015. Are Science Comics a Good Medium for Science Communication? The Case for Public Learning of Nanotechnology. International Journal of Science Education, Part B Communication and Public Engagement, 53, 276–294. Listiyani, I. M., & Widayati, A. 2012. Pengembangan Komik Sebagai Media Pembelajaran Akuntansi Pada Kompetensi Dasar Persamaan Dasar Akuntansi Untuk Siswa Sma Kelas Xi. Jurnal Pendidikan Akuntansi Indonesia, 102, 80–94. Merkt, M., Weigand, S., Heier, A., & Schwan, S. 2011. Learning with videos vs. learning with print The role of interactive features. Learning and Instruction, 216, 687–704. Nawi, A., & Mardiyah, S. U. K. 2016. PENGEMBANGAN KOMIK EDUKASI SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN MATA PELAJARAN PRAKARYA DAN KEWIRAUSAHAAN UNTUK SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN SMK KOMPETENSI KEAHLIAN ADMINISTRASI PERKANTORAN. 22, 333–342. Ogier, S., & Ghosh, K. 2018. Exploring student teachers’ capacity for creativity through the interdisciplinary use of comics in the primary classroom. Journal of Graphic Novels and Comics, 94, 293–309. PRATIWI, W., & Kurniawan, R. 2013. Penerapan Media Komik Sebagai Media Pembelajaran Ekonomi Di Sma Negeri 3 Ponorogo. Jurnal Pendidikan Ekonomi JUPE, 13, 1–16. Purnamasari, H., Siswoyo, S., & Serevina, V. 2018. Pengembangan Media Pembelajaran E-Komik Pada Materi Dinamika Rotasi. VII, SNF2018-PE-29-SNF2018-PE-35. Saputra, A. D. 2015. Aplikasi Komik sebagai Media. M U a D D I B, 05ISSN 2088-3390, 01. Septiana, F. E. W., Syafi’i, W., & Darmadi. 2015. Pengembangan Komik Sebagai Media Pembelajaran IPA Kelas VII SMP pada Materi Pokok Interaksi Makhluk Hidup dan Lingkungan. 1–12. Toh, T. L., Cheng, L. P., Ho, S. Y., Jiang, H., & Lim, K. M. 2017. Use of comics to enhance students’ learning for the development of the twenty-first century competencies in the mathematics classroom. Asia Pacific Journal of Education, 374, 437–452. Wallner, L. 2017. Speak of the bubble – constructing comic book bubbles as literary devices in a primary school classroom literary devices in a primary school classroom. Journal of Graphic Novels and Comics, 0000, 1–21. Wang, P. Y., Vaughn, B. K., & Liu, M. 2011. The impact of animation interactivity on novices’ learning of introductory statistics. Computers and Education, 561, 300–311. ResearchGate has not been able to resolve any citations for this paper discusses the use of comics in teaching mathematics in the secondary mathematics classroom. We explicate how the use of comics in teaching mathematics can prepare students for the twenty-first century competencies. We developed an alternative teaching package using comics for two lower secondary mathematics topics. This alternative teaching package consists of 1 several sets of comic strips expounding all related mathematical concepts in a lively way; 2 tiered practice questions for learning reinforcement; and 3 a set of proposed lesson outlines with suggestions on how to use the comics for mathematics teaching. We also report how one of the teachers in our study used this teaching package in her mathematics lessons. Her lessons were video-recorded and 11 students were interviewed to help us understand how the mathematics comics lessons were enacted and the students’ perception of comics as instruction. We identified instances in which the teacher tweaked the provided resource to further enhance student learning and incorporated elements of the twenty-first century competencies during her lessons. Through selected student interviews, we also identified instances in which students commented on their gain from the new approach from the perspective of the twenty-first century competencies. Susan OgierKerenza GhoshThe place of arts within primary education is under constant pressure for a variety of reasons, but never more so than under the current political and educational climate in schools in England, where teachers must ensure that children are able to meet test criteria in core’ subjects. Time in the curriculum for learning experiences that children enjoy, which enable them to develop their imagination and creative abilities, can be squeezed almost to non-existence in some English schools. Using materials such as comics, that are understood to be enjoyed by children but are essentially seen by adults as leisure pursuits, can be an innovative way to motivate and inspire children’s learning across the curriculum. For undergraduate student teachers on a Primary Initial Teacher Education course at a university in London, UK, the opportunity to experience children’s learning in and through arts subjects, alongside literacy, is seen as fundamental to their own self-development as creative teachers of the future. This article will explore the potential of comics as a medium for learning in art and literacy, and show how one group of student teachers developed confidence in their own creative capacity through devising and implementing a cross-curricular project based on comics. Lars WallnerThis article investigates teachers’ and pupils’ use of speech and thought bubbles in a classroom literacy project involving comics. Through studying video data on naturally occurring classroom interaction whereby participants in Grade 3 ages 9–10 talk about bubbles, the aim of this article is to increase knowledge of how bubbles are constructed as devices of literacy. The analysis focuses on the action-oriented aspects of discursive psychology emphasis, word repetition, uptake and the use of signs, symbols, and text in the comics. Results show how participants negotiate combinations of shapes, symbols and text to construct common knowledge concerning bubbles. Furthermore, teachers use pupils’ drawn bubbles, adding to them a variety of multimodal expressions, thereby illustrating how narrative focalization and character prosody are constructed in the reading of comics. The study of how bubbles are constructed contributes to a larger theme of studying classroom instruction using comics as resources for doing books possessing the features of humour, narrative, and visual representation are deemed as a potential medium for science communication; however, empirical studies exploring the effects of comics are scarce. The purposes of this study were to examine and compare the impacts of a comic book and a text booklet on conveying the concepts of nanotechnology and to investigate public perceptions of using comics as a tool for science communication. A mixed-methods quasi-experimental design was used to explore these central issues. Three instruments were adopted to assess public knowledge of nanotechnology, public attitudes towards nanotechnology, and public emotional perceptions of learning science. Furthermore, 7 short-answer questions accompanying the posttest as well as interviews were administered to enrich the instrument results. The proportional stratified sampling method was used to recruit more than 300 adults as a pool of participants. Finally, the responses of 194 participants who completed the instruments were analysed. The results indicated that the comic book significantly promoted laypeople's knowledge of and attitudes towards nanotechnology as did the text booklet. It is noted that the comic book increased the participants' interest in and enjoyment of learning, while the text booklet decreased their interest and enjoyment. More comic readers were interested in learning nanotechnology via comics than text readers were interested in learning via text. Although there was no significant difference between the 2 media in the aspects of knowledge and attitude, the results of emotional perceptions imply that science comics have the potential to develop laypeople's ongoing interest and enjoyment for learning science by reading Mei Listiyani Ani WidayatiPenelitian ini bertujuan 1 Mengembangkan komik sebagai media pembelajaranakuntansi untuk siswa SMA kelas XI; 2 Mengetahui kelayakan komik akuntansi berdasarkanpenilaian ahli materi, ahli media dan guru akuntansi; 3 Mengetahui pendapat siswa mengenaimedia pembelajaran berbentuk komik akuntansi 4 Mengetahui dampak penggunaan komikakuntansi pada pembelajaran akuntansi SMA Kelas XI melalui nilai tes siswa untuk kompetensipersamaan dasar ini merupakan jenis penelitian dan pengembangan Research andDevelopment dalam pembelajaran Akuntansi di Sekolah Menengah Atas. Modelpengembangan yang diterapkan terdiri atas; 1 tahap analisis kebutuhan, 2 tahap desainproduk, 3 tahap produksi, 4 tahap validasi dan evaluasi, 5 tahap revisi, 6 tahap uji cobaproduk, serta 7 tahap analisis dan revisi akhir. Tahap validasi dilakukan dengan validasiproduk yang dilakukan oleh ahli materi akuntansi, ahli media pembelajaran dan praktisipembelajaran akuntansi SMA yaitu guru akuntansi SMAN I Candimulyo. Produk yangdikembangkan diujicobakan pada 24 siswa kelas XI SMAN 1 Candimulyo. Pengumpulan datadilakukan dengan angket dan tes. Angket kelayakan untuk ahli dan praktisi, angket pendapatdan soal tes ditujukan kepada penelitian menunjukkan bahwa media pembelajaran berbentuk Komik Akuntansiini sangat layak untuk digunakan, terbukti dengan skor penilaian oleh ahli materi denganjumlah 131,11 atau sebesar 87,54% sangat baik, skor penilaian ahli media jumlah 105,50 atausebesar 92% sangat baik dan skor penilaian oleh praktisi pembelajaran dengan jumlah 169atau sebesar 99,39% sangat baik. Pada ujicoba lapangan pembelajaran dengan menggunakankomik akuntansi, berhasil meningkatkan rata-rata nilai test siswa dari 51,88 manjadi 92, demikian, media pembelajaran berbentuk komik ini sangat layak digunakan untukpembelajaran akuntansi di SMA Kelas Kunci Komik Akuntansi, Media Pembelajaran, Persamaan Dasar Alumni Renee KrusemarkAmerican college literature classes often have objectives and outcomes to address needed real-world skills, such as critical thinking, but the methods to teach and measure these skills has been considered outdated. Comic books, as a type of multimodal literature, are perceived to connect to real-world reading and writing better than traditional text-only’ literature; furthermore, comic books are gaining educational merit as their use in the classroom has increased in the twenty-first century. Using a mixed-method embedded design, this study explored how comic books engage critical thinking in a group N = 17 of American college literature students and how this critical thinking compared to critical thinking engagement in traditional no images literature. The study suggests that comic books engage student critical thinking at levels equal to or greater than traditional no images complementary studies, one in the laboratory and one in the field, compared the usage patterns and the effectiveness of interactive videos and illustrated textbooks when German secondary school students learned complex content. For this purpose, two videos affording different degrees of interactivity and a content-equivalent illustrated textbook were used. Both studies showed that in contrast to previous studies working with non-interactive videos, the effectiveness of interactive videos was at least comparable to that of print, probably due to the possibilities provided for self-regulated information processing. It was shown that the interactive features of the videos were used spontaneously. However, features enabling micro-level activities, such as stopping the video or browsing, seemed to be more beneficial for learning than features enabling macro-level activities, such as referring to a table of contents or an index. This finding is explained by students’ misconceptions about the use of features enabling macro-level WangBrandon K. Vaughn Min LiuThis study examined the impact of animation interactivity on novices’ learning of introductory statistics. The interactive animation program used in this study was created with Adobe Flash following Mayer’s multimedia design principles as well as Kristof and Satran’s interactivity theory. This study was guided by three main questions 1 Is there any difference in achievement improvement among students who use different interactive levels of an animation program? 2 Is there any difference in confidence improvement among students who use different interactive levels of an animation program? 3 Is there any difference in program perception among students who use different interactive levels of an animation program?Penerapan Media Komik Sebagai Media Pembelajaran Ekonomi Di Sma Negeri 3 PonorogoW PratiwiR KurniawanPRATIWI, W., & Kurniawan, R. 2013. Penerapan Media Komik Sebagai Media Pembelajaran Ekonomi Di Sma Negeri 3 Ponorogo. Jurnal Pendidikan Ekonomi JUPE, 13, 1-16. Contoh komik Sosiologi mengenai materi Interaksi Sosial. Foto ainun rahayu/kumparanDalam dunia pendidikan saat ini, banyak sekali inovasi-inovasi baru yang berkaitan dengan pembelajaran. Inovasi tersebut dapat berupa media pembelajaran yang diciptakan dengan tujuan meningkatkan mutu dan kualitas belajar peserta didik . Artinya disini untuk mewujudkan hal tersebut tidaklah mudah, semua komponen pendidikan yang ada harus saling bekerjasama dalam proses pembelajaran di sekolah. Pada hakikatnya istilah pembelajaran identik dengan proses belajar mengajar yang termasuk kedalam proses komunikasi, hal tersebut dapat dikatakan demikian karena didalamnya terdapat proses penyampaian pesan dari sumber pesan dalam hal ini seorang pendidik atau guru dengan menggunakan saluran atau media tertentu kepada penerima pesan peserta didik. Media dapat diartikan sebagai perantara atau alat pengantar pesan. Pesan yang dimaksud disini dapat berupa bahan ajar atau materi pelajaran. Media pembelajaran merupakan suatu alat atau perantara yang dapat digunakan untuk menunjang proses pembelajaran. Dalam hal ini, penggunaan media pembelajaran sangat penting dan berpengaruh terhadap keberhasilan proses pembelajaran karena beberapa faktor diantaranya media pembelajaran dapat membantu seorang guru dalam menyampaikan materi pelajaran kepada siswa, mempermudah proses pembelajaran, meningkatkan minat belajar serta motivasi belajar siswa, proses pembelajaran menjadi lebih jelas dan menarik, dapat meningkatkan kualitas hasil belajar siswa dan sebagainya. Dengan adanya manfaat dari penggunaan media pembelajaran tersebut maka dari itu seorang pendidik atau seorang guru disarankan untuk menggunakan media pembelajaran dalam proses pembelajaran di sekolah agar proses pembelajaran dapat dilaksanakan sesuai dengan tujuan pembelajaran yang telah dicanangkan. Menurut Wina Sanjaya 2008226-227 terdapat beberapa prinsip yang harus diperhatikan guru dalam memilih media pembelajaran. Pertama, media yang akan digunakan oleh guru harus sesuai dan diarahkan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Kedua, media pembelajaran yang digunakan harus disesuaikan dengan materi pembelajaran. Ketiga, media pembelajaran harus sesuai dengan minat, kebutuhan, dan kondisi siswa. Dalam hal ini, seorang guru harus dapat memahami karakteristik setiap siswa. Contohnya siswa dengan minat gaya belajar visual maka media pembelajaran yang cocok adalah media grafis. Keempat, media pembelajaran yang akan digunakan harus memperhatikan efektivitas dan efisien. Dan yang kelima media pembelajaran yang digunakan harus disesuaikan dengan kemampuan guru dalam mengoperasikan nya, karena jika guru tidak dapat mengoperasikan ataupun menguasai media pembelajaran yang dibawanya maka tujuan dari media pembelajaran tersebut tidak dapat tercapai dengan baik dan membuat siswa tidak memahami materi yang diberikan guru. Terdapat berbagai jenis media pembelajaran yang dapat digunakan oleh seorang guru dalam menyampaikan materi pembelajaran. Diantaranya adalah media grafis berupa foto, gambar, grafik, bagan atau diagram, poster, kartun, komik dan sebagainya. Berbeda halnya dengan media proyeksi berupa OHP, film bingkai slide, microfilm dan sebagainya. Ada juga, media audio berupa radio, rekaman, dan sebagainya. Dalam ulasan kali ini media pembelajaran yang akan dibahas adalah media komik. Seperti yang kita ketahui bahwa komik adalah salah satu media grafis yang dapat dimanfaatkan sebagai media pembelajaran di sekolah. Komik merupakan bentuk kartun yang membentuk cerita dalam urutan gambar-gambar saling berhubungan erat serta dirancang untuk menghibur para pembacanya Nana dan Ahmad, 201569. Sehingga komik dapat diartikan sebagai cerita yang diurutkan sedemikian rupa membentuk gambar-gambar unik yang dibarengi dengan dialog para tokoh dalam menggambarkan suatu cerita. Komik dinilai sederhana dan banyak digemari oleh banyak orang, maka dari itu hal ini menjadikan komik sebagai salah satu media pembelajaran. Pada awalnya komik hanya dijadikan sebagai hiburan bagi pembacanya, namun ternyata komik juga dapat diselipkan materi pelajaran di dalamnya sehingga dapat berfungsi menjadi sebuah media pembelajaran. Media pembelajaran komik dapat digunakan sebagai media pembelajaran dalam menjelaskan berbagai macam mata pelajaran, salah satu nya mata pelajaran sosiologi di bangku Sekolah Menengah Atas SMA. Mendengar istilah sosiologi tentu tidak asing lagi di dengar. Pasalnya ilmu sosiologi ini berkaitan dengan kehidupan manusia sehari-hari. Menurut Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi dalam Soekanto, 201718 menyatakan bahwa sosiologi atau ilmu masyarakat adalah ilmu yang mempelajari struktur sosial dan proses-proses sosial termasuk perubahan-perubahan sosial. Sosiologi merupakan salah satu mata pelajaran yang kompleks, tentu saja salat satu media pembelajaran yang digunakan yang sederhana seperti komik. Dalam penggunaan komik sebagai media pembelajaran, tentu saja harus disesuaikan dengan bahan ajar atau materi yang diajarkan. Komik yang di sajikan didalamnya terdapat potongan materi yang singkat, padat, dan jelas namun tidak dalam bentuk kesatuan buku, melainkan dijadikan per bab sesuai dengan materi yang akan diajarkan. Sebagai contoh, seorang guru mengajar mata pelajaran sosiologi mengenai materi interaksi sosial dan menggunakan komik sebagai media pemelajarannya. Gambar yang ada didalam komik tersebut berguna sebagai ilustrasi dari cerita bagaimana interaksi sosial dapat terjadi di masyarakat. Selanjutnya materi interaksi sosial di sampaikan melalui percakapan antar tokoh yang terdapat dalam komik tersebut. Setelah seorang guru menyajikan komik mata pelajaran sosiologi yang berkaitan dengan interaksi sosial tersebut. Agar proses pembelajaran dapat terjadi dua arah antara guru dan siswa. Karena pada hakikatnya media pembelajaran hanya dijadikan sebagai penunjang proses pembelajaran saja atau pengantar materi. Maka dari itu selanjutnya tugas seorang guru adalah menjelaskan mengenai materi interaksi sosial di depan kelas, mulai dari pengertian interaksi sosial, syarat terjadinya interaksi sosial, faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya interaksi sosial dan sebagainya. Sehingga disini selain belajar menggunakan media komik, siswa juga memahami materi yang diajarkan melaui penjelasan yang diberikan oleh seorang guru. Media pembelajaran komik, tentu saja memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan nya antara lain dapat membuat siswa lebih termotivasi dalam belajar, selain itu dengan adanya gambar dalam komik membuat siswa semangat dalam belajar dan tidak merasa bosan serta materi pelajaran yang disampaikan lebih mudah dipahami oleh siswa melalui dialog antar tokoh dalam komik. Sedangkan kekurangan nya ialah media pembelajaran komik menjadi efektif bila hanya diterapkan kepada siswa yang bergaya belajar visual saja, selain itu penggunaan media pembelajaran komik dianggap terlalu dengan adanya kekurangan yang telah dipaparkan diatas tidak lantas membuat seorang guru berhenti menggunakan komik sebagai media pembelajaran, melainkan dalam membuat komik harus lebih diperhatikan kembali dalam pemilihan kata serta tidak terlalu membuat gambar banyak agar komik tidak membingungkan siswa dalam proses pembelajaran sosiologi. ABSTRAK Mahasiswa desain komunikasi visual dituntut mampu dan terbiasa berpikir kreatif serta berkomunikasi secara visual. Kedua hal ini sangat penting peranannya dalam proses penciptaan karya desain. Untuk itu, mahasiswa perlu diberdayakan kemampuan kreatifnya namun juga dimudahkan dalam cara belajarnya. Komik pembelajaran merupakan alternatif yang berfungsi untuk memecahkan masalah tersebut di atas. Kata kunci kreativitas, komik pembelajaran. ABSTRACT Visual Communication Design students should be able to think creative and communicate through visual. This two things are important during the process of creating a design. Students should be empowered their creative ability, but also they should be eased in the way they study. Comic as a media for learning is one alternative which is functioned to solve the problems above. Keywords creativity, learning comic. PENDAHULUAN Ditinjau dari segi aspek modalitas, komunikasi visual merupakan komunikasi yang menggunakan unsur dasar bahasa visual sebagai kekuatan utamanya dalam menyampaikan komunikasi. Unsur dasar visual tersebut ialah segala sesuatu yang dapat dilihat dan dapat dipakai untuk menyampaikan arti, makna, serta pesan dan medianya. Sedangkan sebagai bidang studi desain komunikasi visual adalah keilmuan terapan terintegrasi yang mengkaji konsep komunikasi dan ungkapan kreatifnya, beserta teknik dan medianya, untuk menyampaikan pesan dan gagasan secara visual sehingga pesan terterima dan atau berfungsi sebagaimana tujuannya. Pembelajaran desain komunikasi visual dalam tulisan ini merupakan tindakan yang mengupayakan seseorang belajar ilmu desain dengan cara memanfaatkan bahan ajar. Hasil akhir pembelajaran yang didapat adalah adanya perubahan meningkat sebagai akibat pemberian pengalaman memecahkan berbagai persoalan yang berkaitan dengan dunia desain komunikasi visual. Terlebih penting lagi, mahasiswa dapat memahami serta memiliki keterampilan suatu proses kreatif secara efektif serta bisa menghasilkan sebuah hasil karya yang mempunyai daya pemecahan masalah yang andal. Dengan demikian ahasiswa desain komunikasi visual minimal memiliki minat dan bakat dalam dunia desain komunikasi visual. Minat yang dimaksud meliputi kemauan dan perasaan suka enjoy dan merasa ada panggilan terhadap tugas pekerjaannya. Sedangkan bakat meliputi bagaimana seseorang mampu untuk mengekspresikan intuisi artistik estetisnya. Minat dan bakat dalam dunia desain menjadi modal dasar yang perlu dimiliki oleh mahasiswa tersebut. Di sini peranan intellectual skill menjadi sangat penting dalam sebuah pembelajaran pemecahan masalah, sedangkan psychomotor skill dapat dilatih secara intensif melalui pelatihan di dalam studio. Psychomotor skill lebih terfokus pada ketrampilan praktikal yang mengandalkan otot dan alat indera dengan respon terbimbing tingkah laku yang teramati, respon mekanistis terampil melakukan tindakan dan respon kompleks perbuatan terkait dengan pola gerakan. Pembelajaran sebagai suatu sistem merupakan pengorganisasian berbagai komponen dalam upaya mentransformasi mahasiswa dari suatu kondisi yang lebih meningkat secara positif. Di sini yang paling berperan adalah dosen bersama mahasiswa. Mahasiswa dipandang sebagai subjek yang harus diberi kesempatan untuk berkemampuan mengembangkan dirinya sesuai dengan minat dan bakatnya. Pembelajaran dipandang sebagai proses komunikasi interaktif antara dosen dan mahasiswa, dalam suatu yang interaktif sehingga mahasiswa enjoy melakukan proses belajar. Untuk mencapai sasaran pembelajaran dibutuhkan banyak persyaratan dan kesiapan yang matang, baik kesiapan dosen sebagai pemicu pesan, maupun kesiapan mahasiswa sebagai perespon dan pengkontruksi pesan. Persyaratan dan kesiapan ini menyangkut materi, fisik dan psikis. Dalam hal ini materi meliputi bahan ajar dan medianya. Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa tidak semua desainer terbentuk lewat pendidikan formal di bidang desain. Para desainer yang menekuni profesinya ada yang memulai dengan mengandalkan kemampuan analitik matematis kemudian ditunjang dengan bakat atau belajar secara otodidik mengenai art lalu jadilah seorang desainer. Begitu pula sebaliknya, mereka mungkin memulai dari kemampuan lebih di bidang art lalu mendalami keterampilan analitis di bidang keilmuan yang relevan sehingga kemudian menjadi desainer. Diantara profesi desain itu ada yang membutuhkan kemampuan lebih di bidang analytic logical, ada yang lebih mengandalkan aestheticalnya. Semua tergantung atas tujuan dan fungsi karya. Meskipun demikian, apa pun tipe profesinya, mereka dituntut memiliki kemampuan kreatif yang tinggi. Tulisan ini bertujuan untuk memberikan gambaran tentang pentingnya media yang berpotensi untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif dalam pembelajaran desain. Dalam hal ini adalah perancangan komik sebagai media komunikasi visual pembelajaran. PENTINGNYA KREATIVITAS Manusia selalu mencari sesuatu yang baru dan untuk itu mengandalkan kreativitas dalam melakukan rekayasa desain. Kepekaan merancang sebuah desain lahir dari suatu proses kreatif yang mencari selling point sebuah produk dan merupakan lokomotif bagi sebuah produk baru. Sebagai contoh ada dua mobil yang memiliki teknologi sama tetapi keduanya diwujudkan dengan tampilan desain mobil yang berbeda. Mobil dengan rekayasa desain yang memiliki selling point yang lebih akan mengungguli lainnya. Kreativitas menciptakan nilai tambah pada sesuatu yang biasa. Kreativitas identik dengan harus beda unique seling preposition; sementara itu, masalah fungsi itu juga merupakan suatu konsep dan keterampilan yang built-in dalam proses kreatif. Aspek kreatif pada unique selling preposition berorientasi pada keunggulan atau kelebihan produk yang tidak dimiliki oleh produk saingannya. Kelebihan tersebut juga merupakan sesuatu yang dicari atau dijadikan alasan bagi konsumen untuk menggunakan suatu produk. Suatu produk baru dimulai dengan riset pasar. Konsep produk yang dipadukan dengan proses kreatif lahir dari desainer yang kreatif. Misalnya, Toyota menghasilkan lebih dari 50 desain pertahun, tetapi yang dipakai hanya 1 atau 2 desain yang baru, itupun diseleksi melalui proses pengujian terlebih dulu. Sebuah produk baru tidak berarti harus mengikuti selera masyarakat, kalau perlu harus berada di luar masyarakat itu sendiri untuk menghasilkan sesuatu kecenderungan trend yang baru. Sebuah proses kreatif tidak pernah berhenti, selalu muncul mobil yang lebih bagus dari yang lalu. Demikian juga komputer yang mengalami perkembangannya teknologi yang pesat. Kemampuan mendesain suatu produk tidak sekedar menggambar saja, tetapi mengabstraksikan apa yang belum ada dan ada keberanian meyakinkan orang bahwa produk yang disasar ini mempunyai selling point. Semua ini membutuhkan kemampuan kreatif dari sang desainer. Kemampuan berpikir kreatif bagi sebuah penciptaan desain merupakan hal yang mutlak. Bagi seorang desainer kemampuan berpikir kreatif dan berkomunikasi secara visual penting untuk dikuasai. Paling sedikit terdapat empat ciri individu yang kreatif1. Pertama, memiliki kelancaran dalam mengungkapkan gagasan; dalam hal ini secara kuantitas dapat mencurahkan gagasan-gagasannya dengan cepat dan lancar. Ciri yang kedua ialah kelenturan fleksibelitas berpikir atau memberi gagasan. Artinya, mampu untuk memberi gagasan yang beragam, bebas dari preseverasi. Ketiga, memiliki orisinalitas dalam berpikir atau menghasilkan gagasan yang unik dan langka. Kemampuan ini biasanya tampak pada kemampuan untuk melihat hubungan- hubungan baru atau membuat kombinasi-kombinasi baru antar berbagai macam unsur atau bagian. Makin banyak unsur yang dapat digabungkan menjadi satu produk atau gagasan kreatif makin orisinil pemikiran individu. Keempat, kemampuan untuk mengelaborasi yaitu kemampuan untuk mengembangkan dan memperkaya suatu gagasan. Kompetensi individu kreatif dari seorang desainer menjadi sangat penting dalam mewujudkan karya desainnya, karena salah satu bentuk produk desain harus dipresentasikan atau dikomunikasikan ke orang lain dalam bentuk visual atau gambar-gambar yang kreatif. Kekreatifan tersebut penting, selain dibutuhkan fungsinya untuk meningkatkan daya tarik juga dimanfaatkan agar desain dapat menjalankan fungsinya secara efektif. Desain yang menarik dan efektif hanya dapat dihasilkan oleh individu yang kreatif. Desain komunikasi visual menyampaikan pesan visual maupun verbal secara kreatif. Aspek visual dan verbal dalam pesan tersebut terintegrasi dalam satu pesan tunggal. Keduanya melibatkan kemampuan berpikir visual dan verbal sekaligus. Berdasarkan pernyataan-pernyataan di atas dapat lebih diperjelas lingkup antara integrasi pesan visual yang berupa gambar dengan komunikasi verbal. Komunikasi dengan cara visual merupakan proses yang berlangsung terus. Berpikir visual melibatkan gambaran, mata, otak dan tangan. Keterlibatan gambaran, mata, otak dan tangan terkait dengan pentingnya informasi yang perlu dimiliki, banyaknya informasi merupakan pengayaan dari gambaran yang terekam. Kemampuan berkomunikasi secara visual kurang mendapat perhatian di sekolah-sekolah di Indonesia. Sebagai contoh, mata pelajaran menggambar di sekolah-sekolah di Indonesia hanya diberikan selama satu semester saja. Itupun masuk dalam mata pelajaran kesenian, dimana seni musik dan seni suara termasuk di dalamnya. Di negara maju pelajaran menggambar dipandang identik dengan pelajaran cara berpikir secara visual. Hal ini dapat dipahami karena dalam kenyataannya kemampuan berbahasa visual sangat diperlukan di era digital seperti sekarang ini. Dalam era yang serba ditandai dengan teknologi digital tersebut, segala sesuatu dipresentasikan secara visual. Alat-alat kedokteran yang dahulu menggunakan sistem analog sekarang menggunakan citra. Cockpit pesawat terbang yang dahulu demikian rumit dengan ratusan jarum penunjuk sekarang diganti dengan visual display. Kemampuan berbahasa secara visual, termasuk di dalamnya berpikir secara visual, sama pentingnya dengan kemampuan berbahasa secara verbal dan matematika. PENGASAHAN KEPEKAAN KREATIF Kemampuan kreatif dapat dikembangkan lewat berbagai metode. Apa pun metodenya, kegiatan pengembangan kreatif itu biasanya selalu ditandai oleh perlunya menghasilkan produk secara inovatif, orisinil, dan relevan. Dalam kegiatan pembelajaran desain bentuk pengembangan kreativitas itu dilakukan berbasiskan kemampuan mentransfer informasi ke dalam bentuk visual. Bentuk-bentuk pengasahan kreativitas, yang sekaligus digunakan untuk mengasah feeling dan insting tersebut, terkait dengan beberapa aspek antara lain aspek inderawi dan karakter. Pengasahan kepekaan kreatif aspek inderawi dapat dilakukan melalui pelatihan penggambaran karakter suara, misalnya menggambarkan ledakan, suasana hening, ritme suatu musik tertentu, atau hiruk pikuk suatu keributan. Pelatihan lainnya dapat diperoleh lewat aspek indera peraba misalnya tekstur kasar-lembut, indera pengecap misalnya rasa pedas-asam serta sistem penanda misalnya rambu-rambu lalu lintas dan karakter pribadi misalnya galak, ramah, sibuk. Pelatihan-pelatihan ini ditujukan untuk melakukan eksplorasi untuk menemukan alternatif sebanyak-banyaknya dari suatu karakter tertentu. Produk yang dihasilkan dari aktivitas belajar tersebut diukur menurut cirri-ciri kekreatifan yang melekat di dalamnya. Ciri-ciri produk yang dihasilkan tersebut paling tidak memenuhi beberapa indikator antara lain a inovatif, b orisinil, dan c relevan. Lewat kegiatan pelatihan ini kreativitas didorong dan ditumbuhkan agar aktif dan produktif. Hasil pembelajaran ini pada gilirannya dapat diimplementasikan pada perancangan desain sesuai dengan konteks fungsi dan isi pesan dalam desain yang bersangkutan. Gambar 1 dan Gambar 2 menyajikan contoh implementasi aplikasi kepekaan kreativitas tersebut. Pada jenis musik rock Gambar 1 kecenderungan pemilihan huruf pada desain cover cenderung berkesan dinamis, ini sesuai dengan karakter ritme musik rock itu sendiri. Sementara itu, jenis musik jazz periksa Gambar 2 dipresentasikan lewat huruf yang relevan dengan karakter musik jazz yaitu dinamis, eksklusif, dan sangat spesifik. Aplikasi pada cover CD tersebut adalah sebuah asah kreativitas pada penerapan desain komunikasi visual, karena sebuah perancangan karya desain tentu tidak lepas dari sensasi indera dan perasaan manusia. Gambar 1. Kings of Metal, MANOWAR, Cover CD musik rock. Sumber Gambar 2. The Chris Bitten Project, SMOOTH JAZZ. Cover CD musik. Sumber Semua latihan yg dilakukan di atas dapat mengasah kreativitas penerapan desain komunikasi visual, karena sebuah perancangan karya desain tentu tidak lepas dari sensasi indera dan perasaan manusia. Seperti yang telah dijelaskan di atas, visualisasi yang merujuk pada sensasi inderawi, karakter/sifat, maupun suasana dapat mengasah kreativitas dalam semua penerapan desain komunikasi visual. Di bidang informasi teknologipun dikembangkan teknologi seperti telepon, radio, ponsel untuk suara, SMS untuk verbal, MMS untuk multimedia, televisi untuk visual dan suara, internet dan sebagainya. MEMICU KREATIVITAS DENGAN KOMIK Menurut Pranata, seseorang akan belajar secara maksimal jika berinteraksi dengan stimulus yang cocok dengan gaya belajarnya. Dengan demikian, mahasiswa desain komunikasi visual akan dapat belajar secara maksimal jika yang bersangkutan belajar dengan memanfaatkan materi atau media yang bersifat visual. Materi atau media yang bersifat visual tersebut antara lain dapat berbentuk peta maps, diagram, poster, komik, dan media belajar berbasis komunikasi visual lainnya. Komik sebagai media pembelajaran merupakan salah satu media yang dipandang efektif untuk membelajarkan dan mengembangkan kreativitas mahasiswa desain komunikasi visual2. Seperti diketahui, komik memiliki banyak arti dan debutan, yang disesuaikan dengan tempat masing-masing komik itu berada. Secara umum, komik sering diartikan sebagai cerita bergambar. Scout McCloud memberikan pendapat bahwa komik dapat memiliki arti gambar- gambar serta lambang lain yang ter-jukstaposisi berdekatan, bersebelahan dalam urutan tertentu, utuk menyampaikan informasi dan/atau mencapai tanggapan estetis dari pembacanya. Komik sesungguhnya lebih dari sekedar cerita bergambar yang ringan dan menghibur3. Komik bukan cuma bacaan bagi anak-anak. Komik adalah suatu bentuk media komunikasi visual yang mempunyai kekuatan untuk menyampaikan informasi secara popular dan mudah dimengerti. Hal ini dimungkinkan karena komik memadukan kekuatan gambar dan tulisan, yang dirangkai dalam suatu alur cerita gambar membuat informasi lebih mudah diserap. Teks membuatnya lebih dimengerti, dan alur membuatnya lebih mudah untuk diikutidan diingat. Dewasa ini komik telah berfungsi sebagai media hiburan yang dapat disejajarkan dengan berbagai jenis hiburan lainnya seperti film, TV, dan bioskop. Komik adalah juga media komunikasi visual dan lebih daripada sekedar cerita bergambar yang ringan dan menghibur. Sebagai media komunikasi visual, komik dapat diterapkan sebagai alat bantu pendidikan dan mampu menyampaikan informasi secara efektif dan efisien. Seperti diketahui, gaya belajar terdiri atas gaya visual, gaya auditori, dan gaya keptik. Gaya belajar visual merupakan gaya belajar yang lebih mengandalkan indera visual untuk menyerap informasi. Mahasiswa desain komunikasi visual diduga cenderung memiliki gaya belajar visual. Kecenderungan ini terbentuk karena dalam kesehariannya mahasiswa yang bersangkutan lebih berinteraksi dengan objek visual. Komik sebagai media berperan sebagai alat yang mempunyai fungsi menyampaikan pesan. Komik sebagai media pembelajaran merupakan alat yang berfungsi untuk menyampaikan pesan pembelajaran. Dalam konteks ini pembelajaran menunjuk pada sebuah proses komunikasi antara pebelajar mahasiswa dan sumber belajar dalam hal ini komik pembelajaran. Komunikasi belajar akan berjalan dengan maksimal jika pesan pembelajaran disampaikan secara jelas, runtut, dan menarik. Pesan pembelajaran yang baik memenuhi beberapa syarat. Pertama, pesan pembelajaran harus meningkatkan motivasi pebelajar. Pemilihan isi dan gaya penyampaian pesan mempunyai tujuan memberikan motivasi kepada pebelajar. Kedua, isi dan gaya penyampaian pesan juga harus merangsang pebelajar memproses apa yang dipelajari serta memberikan rangsangan belajar baru. Ketiga, pesan pembelajaran yang baik akan mengaktifkan pebelajar dalam memberikan tanggapan, umpan balik dan juga mendorong pebelajar untuk melakukan praktik-praktik dengan benar. Mahasiswa desain komunikasi visual tingkat awal rata-rata belum memiliki pengetahuan bahkan gambaran yang memadai mengenai proses membuat komik. Untuk itu, seorang mahasiswa mengolahnya sebagai karya tugas akhir. Karakter yang digunakan disesuaikan dengan karakteristik dan kebutuhan sasaran pembacanya. Olahan pesan diungkapkan dalam bentuk alur bingkai yang runtut dengan gambar yang bergaya pop serta dengan menggunakan bahasa yang jelas, ringkas, dan biasa digunakan dalam bahasa sehari-hari periksa Gambar 3. Gambar 3 merupakan cuplikan komik tentang bagaimana cara memecahkan masalah apabila dalam membuat komik terjadi kesalahan dalam meninta sehingga merusak panel dan gambar, bagaimana menggunakan penggaris, bagaimana menjaga agar karya tetap aman terhindar dari kotor, serta bagaimana tracing sketsa gambar sebelum rendering. Komik yang dibuat oleh mahasiswa jurusan desain komunikasi visual dimaksudkan untuk memberikan tutorial membuat komik gaya Shoujo Manga secara mudah dan menyenangkan. Tujuan dibuatnya komik sebagai sumber belajar ini adalah untuk memberikan pengetahuan tentang bagaimana membuat script komik yang baik, mudah diaplikasikan, dan dapat memotivasi pebelajar untuk berlatih membuat komik. Penyajian bahan ajar seperti ini tampaknya cocok sebagai media ajar bagi para mahasiswa desain komunikasi visual yang pada dasarnya tertarik dan menggemari gambar- gambar. Selain dapat memotivasi sesama rekan mahasiswa untuk berkreasi, pemecahan masalah belajar melalui rekayasa desain seperti ini merupakan salah satu bentuk pengembangan kreativitas yang efektif. Gambar 3. Tutorial pembelajaran Komik sebagai buku ajar mahasiswa desain komunikasi visual. Sumber Karya Tugas Akhir mahasiswa desain komunikasi visual berjudul Perancangan Buku Panduan Pembuatan Komik Gaya Shoujo Manga Sementara itu Gambar 4 merupakan cuplikan komik tentang tutorial penggunaan software PhotoShop. Komik yang dibuat oleh mahasiswa jurusan desain komunikasi visual ini telah membantu sesama mahasiswa desain komunikasi visual di Universitas Kristen Petra dalam mempelajari PhotoShop secara lebih mudah, praktis dan menyenangkan. Komik-komik sebagai buku ajar semacam ini tampaknya perlu dikembangkan. Berbeda dengan komik-komik hiburan, komik-komik bahan ajar membutuhkan kreativitas lebih dalam menyampaikan pesan agar tampak lebih jelas, memudahkan dalam belajar, serta menyenangkan. Model pembelajaran dengan komik merupakan sejenis alat berpikir untuk memecahkan masalah kreatif dalam desain komunikasi visual. Dalam pengembangan kreativitas desainer tidak cuma dituntut terampil mengekspresikan diri, namun juga dituntut agar mampu mengkomunikasikan gagasan secara lebih jelas, memudahkan, dan menyenangkan. Gambar 4. Tutorial pembelajaran Komik sebagai buku ajar mahasiswa desain komunikasi visual. Sumber Karya Tugas Akhir mahasiswa desain komunikasi visual yang berjudul “Perancangan Buku Panduan Pengolahan Komik Dengan Bantuan Teknik Software Adobe” SIMPULAN Dalam sebuah pembelajaran desain komunikasi visual, seseorang belajar keilmuan desain dengan cara merespon dan memproses bahan ajar. Hasil yang diharapkan adalah adanya perubahan kemampuan yang lebih meningkat. Melalui pembelajaran yang cocok dengan karakteristik dan kebutuhan mereka, mahasiswa desain komunikasi visual akan lebih termotivasi untuk belajar. Seperti halnya media komik pembelajaran, media ini ternyata bisa menjadi sebuah alat bantu dalam pendidikan desain karena diduga akan lebih mampu menyampaikan informasi secara efektif dan efisien karena cocok dengan karakteristik dan kebutuhan mahasiswa desain komunikasi visual. Komik merupakan alat yang mempunyai fungsi menyampaikan pesan. Sebagai sebuah media, pesan yang disampaikan lewat komik biasanya jelas, runtut, dan menyenangkan. Untuk itu, media komik berpotensi untuk menjadi sumber belajar. Dalam hal ini, komik pembelajaran berperanan sebagai alat yang berfungsi untuk menyampaikan pesan pembelajaran. Jika ditinjau dari aspek fungsi perekayasaan komik pembelajaran, akan tampak bahwa ternyata sesuatu yang serius dan rumit bisa dibuat secara lebih gamblang dan menyenangkan. Penggunaan komik seperti ini akan memudahkan serta memudahkan pebelajar dari kesulitan dalam memahami mata kuliah yang diberikan oleh dosen. Kondisi ini mestinya mendorong dosen untuk melakukan inovasi dalam perancangan media pembelajaran; pemecahan masalahnya antara lain dengan merekacipta media pembelajaran menyenangkan bagi mahasiswanya. 1 Utami Munandar, Kreativitas dan Keberbakatan Strategi Mewujudkan Potensi Kreatif dan Bakat. Jakarta Gramedia Pustaka Utama, 1999. 2 Mulyadi Pranata, Ceramah Desain Berbasiskan Kecerdasan Visual, Jurnal Nirmana. No. 2 Surabaya, 2003, Pusat Penelitian UK Petra. 3 Scout McCloud, Understanding Comic, Kepustakaan Populer Gramedia, Jakarta, 2001, p. 9. KEPUSTAKAAN Jerrold E Kemp. 1994. Proses perancangan pengajaran. Bandung, Penerbit ITB. Munandar, Utami. 1999. Kreativitas dan Keberbakatan Strategi Mewujudkan Potensi Kreatif dan Bakat. Jakarta Gramedia Pustaka Utama. Pranata, M. 2003. Ceramah Desain Berbasiskan Kecerdasan Visual. Jurnal Nirmana. Vol. 5, No. 2 Surabaya Pusat Penelitian UK Petra. McCloud, Scout. 2001. Understanding Comic Jakarta. Kepustakaan Populer Gramedia. Karpet Biru,“Komik”, Mikon Diffy 22 Desember 2001, Sumber Desa Informasi > Pusat Penelitian Research Centre Petra Christian University “Desa Informasi” or “Information Village” is the name adopted for the Local eContent digital information resources with local flavor development project being carried out in Petra Christian University Library. “Desa Informasi” can also play an important role in preserving at least digitally local historical and cultural heritage, thus preserving the collective memory of a local society. All Local eContent collections are available for everyone through the Internet for free. Some Local eContent collections are currently available in “Desa Informasi,” such as Surabaya Memory, Digital Theses, eDIMENSI, Petrart Gallery, Petra iPoster, and Petra Chronicle. Heru Dwi Waluyanto Dosen Desain Komunikasi Visual Fakultas Seni dan Desain Universitas Kristen Petra